Tuesday, March 3, 2015

Biarlah Waktu Yang Menjawab

Aku dan dia telah berteman cukup lama, sejak kami masih kanak-kanak dulu dan aku tak tau apa yang membuatnya menyukai ku saat itu. Selama kami berteman, aku cukup nyaman bercerita dan berbagi dalam segala hal dengannya. Aku tak tau kapan pertama kali kedekatan itu terjalin, yang ku ingat dia adalah seorang teman cowok yang ada di lokal ku saat SD dan kami sering satu tim dalam permain bola kasti ketika pelajaran penjaskes.

Selain satu sekolah, kami juga tinggal di komplek perumahan yang sama. Ayahnya  bekerja sebagai karyawan dan juga di berikan kewenangan untuk menjadi ustad di mesjid tempat kami tinggal. Terlihat jelas dia lebih banyak mendapatkan ilmu agama dari orang tuanya di bandingkan dengan aku yang memiliki orang tua yang cukup awam dengan syariat-syariat dalam agama. Tapi aku merasa beruntung karena walau begitu orang tua ku sangat menjaga dan mendidikku untuk bisa mendapatkan ilmu agama yang lebih baik dari mereka.

Saat di SMP pun, aku tak mengingat cukup baik kisah-kisah yang pernah kami lewati bersama, terlebih hanya seorang teman sekelas. Hingga sampai kita tamat dan melanjutkan ke tingkat menengah atas di sekolah yang berbeda. Saat itu kami sama-sama memilih untuk masuk ke sekolah menengah kejuruan tapi di wilayah yang berbeda dan jurusan yang berbeda pula.

Selama berada di tingkat menengah atas pun kami jarang bertemu, kecuali ketika libur sekolah dan libur lebaran. Yaaah…. Walaupun pada dasarnya kami tinggal di perumahan yang sama, saat itu dia juga telah memiliki pacar. Mungkin waktunya lebih banyak di habiskan bersama keluarga dan pacarnya. Akhirnya sampai di jenjang ketiga sekolah menengah, disitu lah kedekatan itu terjalin kembali.

Kami bertemu tanpa sengaja, kalau tak salah saat itu aku akan pergi les komputer namun nasib buruk menimpa ku. Aku mengalami kecelakaan di persimpangan jalan, yang mana kaki kiri terkilir dan terkena knalpot sepeda motor, untungnya ada yang menolong ku saat itu. Namanya maida, dia adalah teman sekelas ku waktu kelas 3 SMP, kebetulan ortunya berjualan di sekitar tempat kejadian aku kecelakaan. Selang beberapa jam waktu kejadian, ku dapati seorang pemuda turun dari angkutan umum, kebetulan akan menuju ke arah tempat aku tinggal dan sepertinya aku mengenali sosoknya. Benar ternyata aku memang mengenalnya, bukan hanya itu kita juga berteman dekat ketika satu sekolah. Itu benar-benar dia dan ku putuskan pulang bersama, berhubung aku tidak bisa mengendarai motor seorang diri.

Dari sinilah kedekatan itu terjalin kembali, berawal dari tukaran nomor hp dan tanpa di sadari kami magang di wilayah yang sama. Sejak saat itulah kami jadi sering bertemu dan pergi jalan-jalan berdua. Hingga sampai lulus sekolah dan mencoba lanjut ke perguruan tinggi, kami juga masih sering melakukannya bersama. Akhirnya, seleksi perguruan tinggi pun di umum kan. Kami mengalami nasib yang berbeda, aku lulus di universitas yang ku pilih sedangkan dia tidak. Awalnya dia mencoba bertahan untuk tetap melanjutkan di wilayah yang sama, tapi nasib baik tidak juga berpihak padanya dan ia pun memutuskan untuk mencoba di wilayah lain dan Alhamdulillah dia lulus disana (mungkin nasibnya memang disana).

Tahun pertama di bangku kuliah, terlihat jarak diantara kami karena terlalu sibuk dengan kegiatan kampus dan jadwal kuliah yang mungkin sama-sama padat, hingga tak ada waktu untuk saling sapah dalam sms atau bercerita lewat telepon dan saat itu aku juga sedang menjalin hubungan dengan seorang kakak tingkat yang fakultasnya bersebelahan dengan fakultas ku.

Tepat satu setengah tahun kami menjadi mahasiswa, dan hubunganku dengan kakak tingkatpun telah berakhir dan dia kembali kesini untuk mengisi waktu libur semester bersama keluarganya. Dia berkunjung ke rumahku dan saat itulah pertama kalinya aku mendengar kalimat serius dari mulutnya. Dia berkata “Aku menyukaimu telah cukup lama, sejak kita masih SD dulu dan baru sekarang aku berani mengatakannya ke kamu, aku juga berharap cinta ini hanya berlabuh di kamu”.

Saat itu aku tidak menanggapi dengan serius ucapannya dan tak ada sedikitpun jawaban dariku untuk meresponnya, aku hanya tersenyum dan mengalihkan perkataan, ibarat kata aku menggantung cintanya.
Kejadian yang sama terulang kembali di tahun ketiga perkuliahan. Saat itu dia pulang tepat ketika libur lebaran. Kalau gak salah pas malam takbir, kami pergi keluar bersama untuk melihat pawai takbiran. Sepulang dari situlah, ia kembali mengatakan kalimat yang sebelumnya pernah ia katakan. Kali ini ada perasaan bahagia menyelimuti hatiku, mungkin karena hatiku juga sedang berkecamuk atas kekecewaan terhadap seseorang yang ku cintai tapi mengkhianatiku dan Allah mengirimkan dia kembali untukku. Ntah apa arti dari semua ini. Mungkin kah memang dia yang Allah takdirkan? Ntahlah, aku masih saja ragu dengan semuanya dan masih saja tidak memberikan jawaban pasti saat itu. Tapi kini kami sama-sama telah dewasa, dia tau cara yang tepat untuk menyikapi hatinya.

Lebaran pun berakhir, dia kembali ke perantauan tempat ia kuliah dan seminggu setelah disana ku dapati dia telah menjalin hubungan dengan wanita lain. Yaaah…. Itu pilihannya, walau ada rasa kecewa dalam hatiku, tapi kekecewaannya terhadap ku jauh lebih besar dan aku tak ingin mengusiknya, akhirnya aku memilih untuk menjauh dan memutus hubungan komunikasi dengannya.

Sekarang kami berada di tahun keempat perkuliahan, dia pun wisuda di waktu yang tepat sedangkan aku masih bermalas-malasan untuk menyelesaikan skripsi yang telah setahun tertunda. Kali ini dia hadir kembali, ntah apa maksudnya. Padahal ia telah berhubungan baik dengan wanita yang saat itu membuatku kecewa terhadapnya. Kali ini aku memberikan jawaban yang cukup lama dia tunggu, aku putuskan bahwa aku tidak bisa mencintainya dan aku mencoba untuk menerimanya kembali sebagai temanku, dan melupakan semua yang pernah ia ucapkan. Dia pun berjanji untuk tidak membahas tentang itu, walau ku tau jauh di dalam lubuk hatinya hanya akulah wanita yang ia inginkan.

0 comments:

Post a Comment

 

Nuna Widya Template by Ipietoon Cute Blog Design