Aku dan dia telah berteman cukup lama, sejak kami masih
kanak-kanak dulu dan aku tak tau apa yang membuatnya menyukai ku saat itu.
Selama kami berteman, aku cukup nyaman bercerita dan berbagi dalam segala hal
dengannya. Aku tak tau kapan pertama kali kedekatan itu terjalin, yang ku ingat
dia adalah seorang teman cowok yang ada di lokal ku saat SD dan kami sering
satu tim dalam permain bola kasti ketika pelajaran penjaskes.
Selain satu sekolah, kami juga tinggal di komplek perumahan yang
sama. Ayahnya bekerja sebagai karyawan dan juga di berikan
kewenangan untuk menjadi ustad di mesjid tempat kami tinggal. Terlihat jelas
dia lebih banyak mendapatkan ilmu agama dari orang tuanya di bandingkan dengan
aku yang memiliki orang tua yang cukup awam dengan syariat-syariat dalam agama.
Tapi aku merasa beruntung karena walau begitu orang tua ku sangat menjaga dan
mendidikku untuk bisa mendapatkan ilmu agama yang lebih baik dari mereka.
Saat di SMP pun, aku tak mengingat cukup baik kisah-kisah yang
pernah kami lewati bersama, terlebih hanya seorang teman sekelas. Hingga sampai
kita tamat dan melanjutkan ke tingkat menengah atas di sekolah yang berbeda.
Saat itu kami sama-sama memilih untuk masuk ke sekolah menengah kejuruan tapi
di wilayah yang berbeda dan jurusan yang berbeda pula.
Selama berada di tingkat menengah atas pun kami jarang bertemu,
kecuali ketika libur sekolah dan libur lebaran. Yaaah…. Walaupun pada dasarnya
kami tinggal di perumahan yang sama, saat itu dia juga telah memiliki pacar.
Mungkin waktunya lebih banyak di habiskan bersama keluarga dan pacarnya.
Akhirnya sampai di jenjang ketiga sekolah menengah, disitu lah kedekatan itu
terjalin kembali.
Kami bertemu tanpa sengaja, kalau tak salah saat itu aku akan
pergi les komputer namun nasib buruk menimpa ku. Aku mengalami kecelakaan di
persimpangan jalan, yang mana kaki kiri terkilir dan terkena knalpot sepeda
motor, untungnya ada yang menolong ku saat itu. Namanya maida, dia adalah teman
sekelas ku waktu kelas 3 SMP, kebetulan ortunya berjualan di sekitar tempat
kejadian aku kecelakaan. Selang beberapa jam waktu kejadian, ku dapati seorang
pemuda turun dari angkutan umum, kebetulan akan menuju ke arah tempat aku
tinggal dan sepertinya aku mengenali sosoknya. Benar ternyata aku memang
mengenalnya, bukan hanya itu kita juga berteman dekat ketika satu sekolah. Itu
benar-benar dia dan ku putuskan pulang bersama, berhubung aku tidak bisa
mengendarai motor seorang diri.
Dari sinilah kedekatan itu terjalin kembali, berawal dari tukaran
nomor hp dan tanpa di sadari kami magang di wilayah yang sama. Sejak saat
itulah kami jadi sering bertemu dan pergi jalan-jalan berdua. Hingga sampai
lulus sekolah dan mencoba lanjut ke perguruan tinggi, kami juga masih sering
melakukannya bersama. Akhirnya, seleksi perguruan tinggi pun di umum kan. Kami
mengalami nasib yang berbeda, aku lulus di universitas yang ku pilih sedangkan
dia tidak. Awalnya dia mencoba bertahan untuk tetap melanjutkan di wilayah yang
sama, tapi nasib baik tidak juga berpihak padanya dan ia pun memutuskan untuk
mencoba di wilayah lain dan Alhamdulillah dia lulus disana (mungkin nasibnya
memang disana).
Tahun pertama di bangku kuliah, terlihat jarak diantara kami
karena terlalu sibuk dengan kegiatan kampus dan jadwal kuliah yang mungkin
sama-sama padat, hingga tak ada waktu untuk saling sapah dalam sms atau
bercerita lewat telepon dan saat itu aku juga sedang menjalin hubungan dengan
seorang kakak tingkat yang fakultasnya bersebelahan dengan fakultas ku.
Tepat satu setengah tahun kami menjadi mahasiswa, dan hubunganku
dengan kakak tingkatpun telah berakhir dan dia kembali kesini untuk mengisi
waktu libur semester bersama keluarganya. Dia berkunjung ke rumahku dan saat
itulah pertama kalinya aku mendengar kalimat serius dari mulutnya. Dia berkata
“Aku menyukaimu telah cukup lama, sejak kita masih SD dulu dan baru sekarang
aku berani mengatakannya ke kamu, aku juga berharap cinta ini hanya berlabuh di
kamu”.
Saat itu aku tidak menanggapi dengan serius ucapannya dan tak ada
sedikitpun jawaban dariku untuk meresponnya, aku hanya tersenyum dan
mengalihkan perkataan, ibarat kata aku menggantung cintanya.
Kejadian yang sama terulang kembali di tahun ketiga perkuliahan.
Saat itu dia pulang tepat ketika libur lebaran. Kalau gak salah pas malam
takbir, kami pergi keluar bersama untuk melihat pawai takbiran. Sepulang dari
situlah, ia kembali mengatakan kalimat yang sebelumnya pernah ia katakan. Kali
ini ada perasaan bahagia menyelimuti hatiku, mungkin karena hatiku juga sedang
berkecamuk atas kekecewaan terhadap seseorang yang ku cintai tapi
mengkhianatiku dan Allah mengirimkan dia kembali untukku. Ntah apa arti dari
semua ini. Mungkin kah memang dia yang Allah takdirkan? Ntahlah, aku masih saja
ragu dengan semuanya dan masih saja tidak memberikan jawaban pasti saat itu.
Tapi kini kami sama-sama telah dewasa, dia tau cara yang tepat untuk menyikapi
hatinya.
Lebaran pun berakhir, dia kembali ke perantauan tempat ia kuliah
dan seminggu setelah disana ku dapati dia telah menjalin hubungan dengan wanita
lain. Yaaah…. Itu pilihannya, walau ada rasa kecewa dalam hatiku, tapi
kekecewaannya terhadap ku jauh lebih besar dan aku tak ingin mengusiknya,
akhirnya aku memilih untuk menjauh dan memutus hubungan komunikasi dengannya.
Sekarang kami berada di tahun keempat perkuliahan, dia pun wisuda
di waktu yang tepat sedangkan aku masih bermalas-malasan untuk menyelesaikan
skripsi yang telah setahun tertunda. Kali ini dia hadir kembali, ntah apa
maksudnya. Padahal ia telah berhubungan baik dengan wanita yang saat itu
membuatku kecewa terhadapnya. Kali ini aku memberikan jawaban yang cukup lama
dia tunggu, aku putuskan bahwa aku tidak bisa mencintainya dan aku mencoba
untuk menerimanya kembali sebagai temanku, dan melupakan semua yang pernah ia
ucapkan. Dia pun berjanji untuk tidak membahas tentang itu, walau ku tau jauh
di dalam lubuk hatinya hanya akulah wanita yang ia inginkan.
0 comments:
Post a Comment